bonjour,
Profiter de
ce qui est là,
Parce que Le temps ne reviendra pas

Selasa, 19 Februari 2013

Laporan Praktikum Biologi Dasar


LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

NAMA                       : NURUL ELFIANI PAWELI
NIM                            : H41112304
KELOMOPOK         : II (DUA) B  
HARI/TANGGAL    : SENIN, 15 OKTOBER 2012
ASISTEN                   : AZRINI KHAERAH, S.Si






LABORATURIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN


I.1 Latar Belakang
            Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis(atau kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik) yangmendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yangwalaupun paling baik digambarkan secara statistic, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Soetjipta, 1992).
Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin.N.M.1989).
Suatu populasi dapat juga ditafsirkan sabagai suatu kelompok yang sama. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Populasi dapat dibagi menjadi deme, atau populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan kolektif terkecil populasi hewan atau tumbuhan.Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistic yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota opulasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan. Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah individu atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (kerapatan spesifik).
Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa persatuan ruang habitat.
Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan nisbi suatu populasi. Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara:
1. Penghitungan menyeluruh yaitu cara yang paling langsung untuk mengerti berapakah makhluk yang di pertanyakan di sutau daerah adalah menghitung makhluk tersebut semuanya.
2. Metode cuplikan yaitu dengan menghitung proporsil kecil populasi (Soetjipta.1992).

I.2 Tujuan Percobaan
1. Menggunakan model untuk meneliti bagaimana sauatu ppulasi dapat tumbuh.
2. Mempelajari suatu komunitas dan mengumpulkan data sebanyak mungkin.
3. Memeriksa hubungan antara masing-masing spesies untuk mengetahui struktur komunitas tersebut.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
            Percobaan fotosintesis, komunitas dan ekosistem ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 15 Oktober 2012 pada pukul 14.00-17.30 WITA, bertempat di Laboraturium Biologi Dasar. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Individu  berasal  dari bahasa  latin yaitu  in  (tidak)  dan dividuus (dapat dibagi)  jadi individu merupakan  bagian  organisasi    kehidupan  yang  tidak  dapat  dibagi  lagi. Masing-masing  unit yang disebut  individu  tersebut dapat melakukan proses hidup yang masing-masing  terpisah. Setiap  individu seperti pohon pisang dalam rumpunnya akan dapat hidup apabila dipisahkan dari  rumpunnya  tersebut.  Individu  dalam  ekologi memiliki makna  yang  sangat  penting,  karena  dari  individu  dapat  dikumpulkan  bermacam-macam  data  untuk  mempelajari  tentang  kehidupan  dalam  hubungannya  dengan lingkungannya (Zoer´aini, 2003)
Dalam ekologi, populasi diartikan sekelompok idividu sejenis yang menempati ruang dan  waktu  tertentu. Populasi adalah kelompok  kolektif  organisme  dari  jenis  yang  sama  yang  menempati  ruang  atau  tempat tertentu dan memiliki berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan bukan merupakan sifat milik individu di dalam kelompok tersebut. Populsi memiliki sejarah hidup, tumbuh dan berkembang  seperti  apa  yang  dimiliki  oleh  individu.  Populasi  memiliki  organisasi  dan struktur yang pasti dan jelas (Zoer´aini, 2003).
Berdasarkan  sifatnya  yang  unik  dan  berbeda  dengan  sifat masing-masing  individu populasi memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut (Zoer´aini, 2003):
1.        Densitas atau kerapatan atau kepadatan
Densitas  populasi  menunjukan  besarnya  populasi  dalam  satuan  ruang.  Umumnya dinyatakan sebagai  jumlah  individu atau biomas persatuan  luas atau volume. Densitas  dalam  studi  atau  kajian  ekologi memiliki  fungsi  yang  sangat  besar,  karena pengaruh  populasi  terhadap  komunitas  dan  ekosistem tidak  hanya  jenis  organismenya  saja tetapi juga  jumlahnya atau densitasnya.
2.        Angka kelahiran (natalitas)
            Natalitas  adalah  kemampuan  inheren  populasi  untuk  bertambah.  Di  alam  angka kelahiran  dapat  bervariasi  sesuai  dengan  keadaan  lingkungan.  Angka  kelahiran  umumnya dinyatakan dalam bentuk angka atau laju yang dihitung berdasarkan jumlah individu baru persatuan waktu per satuan populasi.
3.        Angka kematian (mortalitas)
            Menyatakan  jumlah  individu-individu  dalam  populasi  yang mati  per  satuan  waktu. Dalam kondisi yang ideal maka angka kematian berada pada titik minimum. Mortalitas pasti terjadi  pada  makhluk  hidup  meskipun  kondisi  lingkungan  sangat  ideal,  kematian  terjadi karena umur tua.
4.        Genetik
            Sifat-sifat genetik secara langsung berhubungan dengan keberadaan suatu populasi di dalam lingkungan. Termasuk didalamnya antara lain adalah keserasian reproduksi, distribusi, adaptasi  dan  ketahanan  hidup.  Faktor  genetik  dalam  mempelajari  ekologi  memiliki  peran penting karena adanya variasi (biodiversitas) genetik akan sangat menentukan eksistensi suatu populasi dalam lingkungan.
5.        Struktur Umur
            Secara  ekologis  populasi  umumnya memiliki  tiga  bentuk  sebaran  umur  yaitu muda (prareproduktif), reproduktif dan umur tua (postreproduktif). Lamanya periode umur ekologis jika dibandingkan dengan panjangnya umur sangat beragam tergantung pada jenis organism dan kondisi  lingkungan yang melingkupinya. Beberapa  jenis  tumbuhan da hewan memiliki umur  prareproduktif  yang  lebih  panjang  dan  beberapa  tidak memiliki  umur  postproduktif. Populasi  organisme  yang  sama  tetapi  hidup  dalam  kondisi  lingkungan  yang  berbeda  juga dapat memiliki periode umur ekologis yang berbeda. Populasi hewan  liar biasanya memiliki umur reproduktif lebih lama dibandingkan dengan yang dipelihara, contohnya beberapa jenis burung. Biasanya populasi yang  sedang berkembang  cepat  akan didominasi oleh    individu-individu muda, populasi yang stationer memiliki umur yang  lebih merata dan populasi yang menurun akan didominasi oleh sebagian besar individu-individu yang berumur tua.
6.        Potensi biotik
            Potensi  biotik  dapat  diartikan  sebagai  kemampuan  bawaan  yang  dimiliki  organism untuk  tumbuh  atau  bereproduksi  (reproductive  potential).  Potensi  biotic    menggambarkan kemampuan suatu populasi menambah jumlah anggautanya apabila rasio umur sudah mantap dan  lingkungan dalam kondisi optimal. Pada kondisi  lingkungan  tidak atau kurang optimum maka  tingkat  pertumbuhan  populasi    menurun.  Perbedaan  antara  potensi  biotik  dengan kemampuan  suatu  poipulasi  menambah  anggautanya  dalam  keadaan  yang  dapat  diamati dikenal sebagai daya tahan lingkungan.
7.        Bentuk pertumbuhan
            Pertambahan  ukuran  populasi  memiliki  pola  tertentu  yang  dikenal  sebagai  bentuk pertumbuhan  populasi  (population growth  form).  Secara  teoritik  pertumbuhan  populasi terjadi secara eksponensial. Dari  bentuk  kurva,  populasi  tumbuh  tidak  pernah  terhenti  dan  makin lama  makin  cepat. Pertumbuhan  eksponensial  dapat  terjadi  hanya  apabila  faktor  lingkungan  tak  terbatas,  jadi tidak ada faktor apapun yang membatasi pertumbuhan.
Distribusi  populasi  adalah  pergerakan  individu-individu  atau  alat  perkembang biakannya  (biji,  spora,  larva  dan  lainnya)  ke  dalam  atau  ke  luar  dari  suatu  populasi  atau daerah populasi. Ada tiga bentuk distribusi atau pergerakan populasi yaitu (Prawirahartono, 1994):
1.                  Migrasi, yaitu pergerakan keluar batas-batas  tempat populasi dan datang kembali ke tempat populasi semula secara periodik
2.        Emigrasi,  yaitu  pergerakan  keluar  batas-batas  tempat  populasi  sehingga  populasi berkurang
3.        Imigrasi,  yaitu  pergerakan  ke  dalam  batas-batas  tempt  populasi sehingga  populasi bertambah.
4.        Ekosistem yaitu antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi.interaksi ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. komponen penyusun ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora, omnivora) dan dekomposer/penguurai (mikroorganisme) (Pratiwi, 2000).
       Menurut fungsinya, semua makhluk hidup dalam suatu ekosistem dapatdibedakan dalam tiga kelompok, yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer. Salah satu bagian penting dari jaring makanan apapunadalah dekomposer, makhluk hidup yang memakan sisa-sisa organisme lain yangtelah mati. Dekomposer (terkadang disebut detritivor) mencakup hewan-hewankecil seperti serangga dan cacing tanah, namun tahapan terakhir prosespenguraianitu dilaksanakan oleh fungi mikroskopik dan bakteri. Satu sentimeter kubik tanahdapat mengandung lebih dari sepuluh juta organisme-organisme itu (Burnie, 2008).

Berdasarkan atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam ekosistemdikelompokkan sebagai berikut:
a.                   Tingkat trofik pertama, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai produsen. Semua jenis tumbuhan hijau membentuk tingkat trofik pertama.
b.                  Tingkat trofik kedua, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai herbivora. Semua herbivora (konsumen primer) membentuk tingkat trofik kedua.
c.                   Tingkat trofik ketiga, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora kecil (konsumen sekunder).
d.                  Tingkat trofik keempat, yaitu semua organisme berstatus sebagai karnivora besar (karnivora tingkat tinggi).
e.                   Tingkat trofik kelima, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai perombak (dekomposer dan transformer) atau semua mikroorganisme (Odum, 1993).
Ekosistem terdapat interaksi antara komponen abiotik dengan komponen biotik. Pada komponen biotik di bentuk oleh berbagai organisme yang berbeda jenisnya (Rochman, 2005).
Beberapa organisme yang jenisnya sama akan membentuk populasi, beberapa populasi yang berbeda akan membentuk komunitas. Satu ekosistem akan berbeda dengan ekosistem lainnya. Perbedaan ini terjadi di dasarkan ciri-ciri komunitas yang menonjol (baik hewan maupun tumbuhan) karena setiap organisme membentuk komunitas memiliki karakteristik yang bermacam-macam, maka terbentuklah macam-macam ekosistem. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer (Maizer, 2007).
 Faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer.tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Maizer, 2007).
Faktor-faktor abiotik merupakan bagian dari ekosistem selain komunitas spesies yang ada dalam suatu daerah tertentu Pada tingkat ekosistem akan berhubungan dengan aliran energi dan pendauran zat-zat kimia pada berbagai komponen biotik dan abiotik. Studi ekosistem banyak melibatkan ilmu lainnya, seperti genetika, evolusi, fisiologi, dan perilaku. Selain itu, kimia, fisika, geologi, meteorologi konservasi (Campbell.dkk, 2004).
Ekosistem adalah suatu komunitas organisme yang berinteraksi sesamanya dan dengan alam tak hidup disekitarnya. Ekosistem beragam dalam produktivitasnya, artinya dalam jumlah energi yang disimpan dalam benda hidup heterotrof menjamin energi yang diperolehnya dari autotrof. Energi dan bahan dari organisme lain memastikan suatu rantai makanan dan setiap mata rantainya merupakan tingkatan trofik (Kimball, 2005).
Pengelolaan lingkungan hidup bersifat Antroposentris, artinya perhatian utama dihubungkan dengan kepentingan manusia. Kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan atau hewan, dikaitkan dengan peranan tumbuhan atau hewan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik material (bahan makanan) dan nonmaterial (keindahan dan nilai ilmiah). Dengan demikian kelangsungan hidup manusia dalam lingkungan hidup sangat ditentukan oleh tumbuhan, hewan, dan unsur tak hidup (Kimball, 2005).
Komponen yang mempengaruhi Ekosistem terdiri atas faktor abiotik dan faktor biotikFaktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup: tumbuhan, hewan, manusia, mikroorganisme. Tumbuhan berperan sebagai produsen sedangakn hewan berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer. Komponen biotik meliputi semua makhluk hidup yang terdapat dalam. Ekosistem Berdasarkan fungsinya di dalam, ekosistem makhluk hidup dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer atau pengurai (Maizer, 2007):
·         Produsen
Tumbuhan hijau mampu memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan zat makanan melalui proses fotosintesis, sehingga disebut sebagai produsen. Organisme yang dapat membuat makanan sendiri disebut organisme autotrof. Gambaran reaksi kimia proses fotosintesis. Zat makanan yang terbentuk merupakan energi kimiawi yang tersimpan pada bagian daun, batang, akar atau buah. Hasil fotosintesis lainnya adalah berupa oksigen dilepas ke udara bebas dan digunakan.
·         Konsumen
Manusia dan hewan termasuk dalam golongan konsumen karena keduanya tidak dapat membuat makanan sendiri. Konsumen disebut juga organisme heterotrof, artinya organisme yang tergantung organisme lain untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan jenis makanannya, organisme yang mendapatkan makanan dari tumbuhan saja disebut herbivora, organisme yang hanya makan hewan disebut karnivora. Organisme yang mendapatkan makanan dari tumbuhan maupun hewan disebut omnivora.
·         Dekomposer atau Pengurai
Dekomposer atau pengurai dalam menguraikan zat organik yang terdapat pada makhluk hidup yang sudah mati menjadi zat yang lebih sederhana, seperti mineral atau zat organik lain. Makhluk hidup yang berperan sebagai pengurai adalah bakteri dan jamur saprofit. Zat mineral atau zat hara hasil penguraian meresap ke dalam tanah yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. Keseimbangan ekosistem dapat terjadi bila ada hubungan timbal balik yang harmonis antar komponen biotik dan abiotik.
Setiap kegiatan memerlukan energi. Sumber energi untuk organisme adalah energi kimia yang terdapat di dalam makanan. Makhluk hidup tidak mampu menciptakan energi, melainkan hanya memindahkan dan memanfaatkannya untuk beraktivitas. perpindahan energi berlangsung dari matahari ke tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Di sini energi cahaya diubah menjadi energi kimia. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energi (Kimball, 2005).
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara organisme dengan arah tertentu pada suatu ekosistem. terdiri atas rantai makanan perumput,rantai makanan detritus. Rantai Makanan tidak hanya mencakup hewan-hewan seperti rusa, sapi tetapi juga herbivora kecil misalnya serangga (Kimball, 2005).
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan. Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen tingkat terakhir (Anonim, 1997).
Dalam mengestimasi populasi kepadatan hewan, dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang akan dilakukan estimasi, lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil dapat dibuat dalam system grafik (Suin.N.M.1989).
Kepadatan populasi dan kepadatan Relatif. Kepadatan pupolasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relative. Kepadatan relative dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relative biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin.N.M.1989).

















BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis-menulis.
III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kertas grafik.
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Menggunakan model penelitian
1.   Model I
Kita umpamakan disuatu pulau pada atahun 2010 dihuni oleh 10 burung Elang (5 pasang jantan 5 pasang betina)
Asumsi I  : setiap musim bertelur, setiap pasang burung elang menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina
Asumsi II   : setiap tahun semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim telur berikutnya
Asumsi III : setiap tahun semua keturunan hidup sampai musim telur berikutnya. Dalam keadaam sebenarnya beberapa tahun tetua akan hidup dan keturunan akan mat. Asumsi I dan Asumsi III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang akan kita buat dengan keadaan yang sebenarnya
Asumsi IV   : selama pengamatan tidak ada burung elang yang meninggalakan atau dating ke pulau tersebut
2.   Model II
Mengubah asumsi II seperti berikut : setiap tahun dua perlima dari tetua (jantan dan betina yang sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk keduan kalinya, baru kemudian mati. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. Hitunglah besar populasi setiap generasi. Bendingkan hasil ini dengan hasil asumsi asli dengan jalan menggambar grafik pada kerts grafik yang dipakai untuk mencantumkan asumsi asli.
3.   Model III
        Mengubah asumsi III sebagai berikut : setiap tahun dua perlima dari keturunan (jantan dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur. Asumsi lain tidak mengalami perubahan. Sebagai yang terdahulu hitunglah populasi dan gambar grafik untuk pembandingnya.
4.   Model IV
Mengubah asumsi IV sebagai berikut : setiap tahun 50 burung elang baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke pulau tersebut dari tempat yang lainnya. Tidak ada seekor burung pun yang meninggalkan pulau tersebut. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan. 
2. Membuat dan Mengamati Grafik
·           Mengamati naik turunnya grafik jika dibaca dari kiri ke kanan ( dari tahun ke tahun melintasi gambar grafik tersebut)
·           Mencari tau apa arti naik turunnya grafik tersebut
·           Mengetahui bagaimana gambar grafik apabila perhitungan populasi dilanjutkan hingga waktu yang tak terhingga
III.3.2 Pengamatan komunitas
1.   Memilih daerah pengamatan
2.   Mengadakan survey dengan menentukan data yang akan diambil (biotik dan abiotik).
3.   Menentukan batas pengamatan dan pengambilan sampel
4.   Mengumpulkan data dalam area yang telah ditentukan
5.   Menentukan komponen biotik dan abiotik, produsen, konsumen dan predator 






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Mengamati ekosistem (Canopy)
            Komponen abiotik :
1.      Batu
2.      Tanah
3.      Air
4.      Cahaya
5.      Sampah

Komponen biotik :
1.      Cyperus rotundus (rumput teki)
2.      Mangifera indica (mangga)
3.      Pandan pandanus (pandan)
4.      Averrhoea bilimbi (belimbing wuluh)
5.      Annona muricata (sirsak)
6.      Arthocarpus integra (nangka)
7.      Alamanda katacita (alamanda)
8.      Bougainvilliea spectabilis (kembang kertas)
9.      Drosophila melanogaster (lalat buah)
10.  Monomorium sp. (nyamuk)
11.  Diplacodes trivialis (capung)
12.  Valanga sp. (belalang)
13.  Amphidermus pervesus (siput darat)


IV.2 Pembahasan
a.      Model Populasi
1. MODEL I
a)         Pada tahun 2010
·         Asumsi I                       = 5 x 10            = 50 ekor (keturunan)
      50 + 10                         = 60 ekor (30 pasang)
·         Asumsi II                     = 50 + 10          = 60 ekor (30 pasang)
·         Asumsi III                    = 50 ekor (25 pasang)
·         Asumsi IV                    = 50 ekor(25 pasang)
b)      Pada tahun 2011
·      Asumsi I                          = 25 x 10         = 250 ekor (keturunan)
250+50         =300 ekor (150 pasang)
·         Asumsi I I                       = 300 – 50 = 250 ekor (125 pasang)
·         Asumsi III                      = 250 ekor (125 pasang)
·         Asumsi IV                      = 250 ekor (125 pasang)
c)      Pada tahun 2012
·         Asumsi I                         = 125 x 10 =1250 ekor(keturunan)
1250+250=1500 eko (750 pasang)
·         Asumsi II                       = 1500 – 250 = 1250 ekor (625 pasang)
·         Asumsi III                      = 1250 ekor (625 pasang)
·         Asumsi IV                      = 1250 ekor (625 pasang)
d)     Pada tahun 2013
·         Asumsi I                         = 625 x 10 = 6250 ekor (keturunan)
6250+1250=7500 ekor
·         Asumsi II                       = 7500 – 1250 = 6250 ekor
·         Asumsi III                      = 6250 ekor (3125 pasang)
·         Asumsi IV                      = 6250 ekor (3125 pasang)
e)      Pada tahun 2014
·         Asumsi I                         = 3125 x 10 = 31250 ekor (keturunan)
31250 + 6250 = 37500 ekor (18750 pasang)
·         Asumsi II                       = 37500 – 6250 = 31250 ekor (15625 pasang)
·         Asumsi III                      = 31250 ekor (15625 pasang)
·         Asumsi IV                      = 31250 ekor(15625 pasang)

Pada model 1 dimisalkan pada tahun 2010 terdapat 10 ekor/ 5 pasang burung merpati .Pada asumsi 1 setiap burung menghasilkan 10 keturunan, pada asumsi 2 semua tetua mati sebelum bertelur, pada asumsi 3 ada yang hidup dan mati sehingga memberikan keadaan yang seimbang, pada asumsi 4 tidak ada yang meninggalkan maupun datang (tetap). Ini terjadi selama 5 tahun dari tahun 2010-2014 dan setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti pada grafik terus menigkat. Hal inilah disebabkan karena adanya faktor kelahiran yang mempengaruhi tiap tahun dan kelahiran ini lebih besar dibanding dengan kematian.

2.   MODEL II
a)         Pada tahun 2010
·   Asumsi I                                  = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan).
50+ 10=60 ekor
·   Asumsi II                                = 2/5  x 10 = 4 ekor ( hidup).
3/5  x 10 =6 ekor (tewas).
 60 – 6 = 54 ekor (27 pasang).
·   Asumsi III                               = 54 ekor (27 pasang).
·   Asumsi IV                               = 54 ekor(27 pasang).
b)         Pada tahun 2011
·   Asumsi I                                  = 27  x 10 = 270 ekor (keturunan)
   54 – 4 = 50
270 + 50 = 320 ekor
·   Asumsi II                                = 2/5  x 50 = 20 ekor ( hidup)
50 – 20  = 30 ekor (tewas)
320 – 30 = 290 ekor (145 pasang)
·   Asumsi III                               = 290 ekor (145 pasang)
·   Asumsi IV                               = 290 ekor(145 pasang)
c)      Pada tahun 2012
·   Asumsi I                                  = 145 x 10 = 1450 ekor (keturunan)
    290 – 20 = 270 ekor
1450+ 270=1720 ekor
·   Asumsi II                                = 2/5  x 270 = 108 ekor (hidup)
3/5  x 270 =162 ekor (tewas)
1720 – 162  = 1558 ekor (779 pasang)
·   Asumsi III                               = 1558 ekor (779 pasang)
·   Asumsi IV                               = 1558 ekor(779 pasang)
d)        Pada tahun 2013
·   Asumsi I                                  = 779 x 10 = 7790 ekor (keturunan)
   9240 – 870 = 8370 ekor
7790 + 1450=9240 ekor
·   Asumsi II                                = 2/5  x 1450 = 580 ekor ( hidup)
3/5  x 1450 =870 ekor (mati)
·   Asumsi III                               = 8370 ekor (4185 pasang)
·   Asumsi IV                               = 8370 ekor (4185 pasang.
e). Pada tahun 2014
·   Asumsi I                                  = 4185  x 10 = 41850 ekor (keturunan)
    8370 – 580 = 7790 ekor
41850 + 7790 = 49640 ekor
·   Asumsi II                                = 2/5  x 7790 = 3116 ekor ( hidup)
7790 - 3116 = 4674 ekor (mati)
    49640 – 4674 = 44966 ekor
·   Asumsi III                               =  44996 ekor burung gereja (hidup)
·   Asumsi IV                               =  44996 ekor ( 22483 pasang).
            Pada model 2 sama seperti pada model 1 hanya saja pada asumsi 2 mengalami perubahan yaitu 2/5 dari tetua yang masih hidup dan dapat mempunyai keturunan 3/5 nya mati. Sehingga pada grafik mengalami kenaikan setiap tahun dari tahun 20120-2014 . Hal ini disebabkan karena adanya faktor kelahiran dan kematian yang mempengaruhi.

3. MODEL III
a)         Pada tahun 2010
·   Asumsi I                                  = 5  x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
·   Asumsi II                                = 60 – 10 = 50 / 25 pasang
·   Asumsi III                               = 2/5 x 50 = 20 ekor (tewas)
               90 – 20  = 30 ekor (hidup)
·   Asumsi IV                               = 30 ekor (15 pasang)
b)        Pada tahun 2011
·   Asumsi I                                = 15  x 10 = 150 ekor (keturunan)
150 + 30 = 180 ekor
·   Asumsi II                               = 180 – 30 =  150 ekor
·   Asumsi III                             = 2/5 x 150 = 60 ekor (tewas)
150– 60  = 90 ekor (hidup)
·   Asumsi IV                             =  90 ekor (45 pasang)
c)        Pada tahun 2012
·         Asumsi I                           = 45  x 10 = 450 ekor (keturunan)
450 + 90 = 540 ekor
·         Asumsi II                         = 540 – 90 =  450 ekor
·         Asumsi III                        = 2/5 x 450 = 180 ekor (tewas)
450- 180 = 270 ekor (hidup)
·            Asumsi IV                      =  270 ekor (135 pasang)
d)       Pada tahun 2013
·            Asumsi I                         = 135  x 10 = 1350 ekor (keturunan)
1350 + 270 = 1620 ekor
·            Asumsi II                       = 1620 – 270 =  1350 ekor
·            Asumsi III                      = 2/5 x 1350 = 540 ekor (tewas)
 1350 – 540  = 810 ekor (hidup)
·      Asumsi IV                         = 810 ekor (405 pasang)
e)        Pada tahun 2014
·      Asumsi I                            = 405  x 10 = 4050 ekor (keturunan)
4050   + 810 = 4860 ekor
·    Asumsi II                          = 4860 – 810 =  4050 ekor
·    Asumsi III                         = 2/5 x 4050 = 1620 ekor (keturunan)
                                                            4050 - 1620 = 2430 ekor (hidup)
·    Asumsi IV                         = 2430 ekor (1215 pasang)
Pada model 3 sama halnya dengan model 1, tetapi pada asumsi 3 mengalami perubahan yaitu setiap tahun 2/5 dari keturunannya mati sebelum bertelur dan pada asumsi yang lainnya tidak mengalami perubahan.
4. MODEL IV
a)        Pada  tahun 2010
· Asumsi I                                  = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 +10 = 60 ekor
·      Asumsi II                             =60 – 10 = 50 ekor (25 pasang)
·      Asumsi III                            = 50 ekor (25 pasang)
·      Asumsi IV                            = 50 + 50 = 100 ekor (50 pasang)
b)        Pada tahun 2011
·      Asumsi I                               = 50x 10 = 500 ekor (anakan)
500 +100 = 600 ekor
·      Asumsi II                             = 600 – 100 = 500 ekor (250 pasang)
·      Asumsi III                            = 500 ekor (250 pasang)
·      Asumsi IV                            = 500 + 50 = 550 ekor (275 pasang)
c)        Pada tahun 2012
·      Asumsi I                               = 275 x 10 = 2750 ekor (keturunan)
2750 +550 = 3300 ekor
·      Asumsi II                             =3300 – 550 = 2750 ekor
·      Asumsi III                            = 2750 ekor
·      Asumsi IV                            = 2750 + 50 = 2800 ekor (1400 pasang)
d)       Pada tahun 2013
·      Asumsi I                               = 1400 x 10 = 14000 ekor (keturunan)
14000 +2800 = 16800 ekor
·      Asumsi II                             = 16800 – 2800 = 14000 ekor
·      Asumsi III                            = 14000 ekor
·      Asumsi IV                            = 14000 + 50 = 14050 ekor(7025 pasang)
e)        Pada tahun 2014
·      Asumsi I                                  = 7025 x 10 = 70250 ekor (anakan)
70250 +14050 = 84300 ekor
·      Asumsi II                                = 84300 – 14050 = 70250 ekor
·      Asumsi III                               = 72050 ekor
·      Asumsi IV                               = 70250 + 50 = 70300 ekor (35150 pasang)
Pada model ini asumsi lain tidak mengalami perubahan tetapi hanya berubah pada asumsi ke 4 yang setiap tahunnya 50 burung gereja datang kepulau tersebut dari tempat lain dan tidak ada seekor pun burung yang meninggalkan pulau tersebut sehingga jumlah populasinya tiap tahunnya meningkat terlihat seperti pada grafik karena adanya pengaruh faktor migrasi atau perpindahan yang mempengaruhi.
b.         Grafik hasil pengamatan populasi







c.       Rantai Makan














Pada rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung dalam satu arah, sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki dua fungsi sekaligus, karena mereka telah menempati peran masing masing tanpa ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.
Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik.

d.      Jaring-jaring Makanan
















Pada jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya berlangsung dalam satu arah, melainkan beberapa arah. Karena aring-jaring makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini menyebabkan adalah organism yang memiliki dua paranan dalam reaksi perputaran energy yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan. Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen tingkat terakhir.
e.       Piramida Makanan dan Piramida Massa








Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi.
Piramida biomassa dibuat berdasarkan pada massa (berat) kering organisme dari tiap tingkat trofik persatuan luas areal tertentu. Secara umum perbandingan berat kering menunjukkan adanya penurunan biomassa pada tiap tingkat trofik. Perbandingan biomassa antar trofik belum dapat menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi. Kandungan energi tiap trofik sangat ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk grafiknya sesuai dengan piramida ekologi yang sesungguhnya di lingkungan. Energi yang mampu disimpan oleh individu tiap trofik dinyatakan dalam Kkal/m2/hari.








BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Pada pengamatan untuk meneliti suatu populasi dapat tumbuh,  menggunakan empat model dengan empat asumsi setiap model serta pada model pertama faktor yang mempengaruhi populasi yaitu faktor kelahiran, pada model kedua yaitu adanya faktor kelahiran dan kematian, pada model ketiga yaitu faktor  kematian dan pada model ke empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi adalah factor migrasi atau perpindahan. Model model inilah yang dapat digunakan sebagai model untuk meneliti pertumbuhan suatu populasi populasi.
Penggunaan model dapat mempermudah dalam studi tentang struktur komunitas. Model yang dibicarakan hanya suatu angan-angan. Model ini dapat membantu keadaan yang rumit menjadi sederhana sehingga lebih mudah kita pahami.
V.2      Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan di butuhkan ketelitian pada saat mengumpulkan data agar pada saat penggambaran pada grafik hasil penelitian tidak keliru ataupun terjadi kesalahan data. Dan dibutuhkan peranan asisten dalam mendampingi praktikkan ketika sedang melakukan pengamatan agar tingkat kekeliruan dan kesalahan dalam pengamatan tidak terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Biologi science 1.diunduh dari http://BiologicalScienceI.com.   diakses tanggal 25 Oktober 2012, pada pukul 19.50 WITA, di Makassar.
Burnie, D. 2008. Ekologi. Jakarta. Erlangga.
Campbell, N. A. Reece, J. B. Urry, L. A. 2004. Biologi jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Kimball. J.W. 2005. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Maizer. 2007. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta. UI Press.
Odum, E. HLM. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh TjahjonoSamingan dari buku Fundamentals of Ecology. UGM Press. Yogyakarta
Pratiwi, D.A. 2000. Biologi Jilid 3 edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Prawirahartono, Slamet. 1994. Sains Biologi. Jakarta. Bumi Aksara.
Rochman. 2005. Biologi. Bandung. CV. Pustaka Mulia.
Soejipta. 1992. Estimasi Populasi. Jakarta.

Suin, N.M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta  
Suprayogi, D. 2010. Praktikum Ekologi Umum. diunduh dari www.scribd.com/laporanestimasipopulasihewan.com,   diakses tanggal 28 Oktober, pada pukul 20.30 WITA di Makassar.
Ummay, U. 2012. Simulasi estimasi Populasi Hewan. diunduh dari http://umiraummy.blogspot.com, diakses tanggal 28 Oktober, pada pukul 20.25 WITA, di Makassar. 
Winatasasmita, Djamur. 1993. Biologi I. Jakarta. Balai Pustaka.
Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Bumi Aksara.



1 komentar: