LAPORAN
PRAKTIKUM
BIOLOGI
DASAR
PERCOBAAN
V
POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM
NAMA : NURUL ELFIANI PAWELI
NIM :
H41112304
KELOMOPOK : II (DUA) B
HARI/TANGGAL : SENIN, 15 OKTOBER 2012
ASISTEN : AZRINI KHAERAH, S.Si
LABORATURIUM
BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA
TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Populasi ditafsirkan sebagai kumpulan kelompok makhluk yang sama
jenis(atau kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik)
yangmendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik
yangwalaupun paling baik digambarkan secara statistic, unik sebagai milik
kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu (Soetjipta,
1992).
Kepadatan populasi satu
jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau
biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan
penangkapan. Kepadatan pupolasi sangat penting diukur untuk menghitung
produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komnitas
lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan
relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu
jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan
relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin.N.M.1989).
Suatu populasi dapat
juga ditafsirkan sabagai suatu kelompok yang sama. Suatu populasi dapat pula
ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami
suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Populasi dapat dibagi menjadi deme,
atau populasi setempat, kelompok-kelompok yang dapat saling membuahi, satuan
kolektif terkecil populasi hewan atau tumbuhan.Populasi memiliki beberapa
karakteristik berupa pengukuran statistic yang tidak dapat diterapkan pada
individu anggota opulasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi
atau kerapatan. Kerapatan populasi ialah ukuran besar populasi yang berhubungan
dengan satuan ruang, yang umumnya diteliti dan dinyatakan sabagai cacah
individu atau biomassa per satuan luas per satuan isi. Kadang kala penting
untuk membedakan kerapatan kasar dari kerapatan ekologik (kerapatan spesifik).
Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa persatuan ruang habitat.
Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan nisbi suatu populasi. Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara:
Kerapatan kasar adalah cacah atau biomassa persatuan ruang total, sedangkan kerapatan ekologik adalah cacah individu biomassa persatuan ruang habitat.
Dalam kejadian yang tidak praktis untuk menerapkan kerapatan mutklak suatu populasi. Dalam pada itu ternyata dianggap telah cukup bila diketahui kerapan nisbi suatu populasi. Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara:
1. Penghitungan menyeluruh yaitu cara
yang paling langsung untuk mengerti berapakah makhluk yang di pertanyakan di
sutau daerah adalah menghitung makhluk tersebut semuanya.
2. Metode cuplikan yaitu dengan
menghitung proporsil kecil populasi (Soetjipta.1992).
I.2
Tujuan Percobaan
1. Menggunakan model untuk meneliti
bagaimana sauatu ppulasi dapat tumbuh.
2. Mempelajari suatu komunitas dan
mengumpulkan data sebanyak mungkin.
3. Memeriksa hubungan antara
masing-masing spesies untuk mengetahui struktur komunitas tersebut.
I.3
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
fotosintesis, komunitas dan ekosistem ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal
15 Oktober 2012 pada pukul 14.00-17.30 WITA, bertempat di Laboraturium Biologi
Dasar. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin, Makassar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Individu berasal
dari bahasa latin yaitu in (tidak) dan dividuus (dapat dibagi) jadi individu merupakan bagian
organisasi kehidupan yang
tidak dapat dibagi
lagi. Masing-masing unit yang
disebut individu tersebut dapat melakukan proses hidup yang
masing-masing terpisah. Setiap individu seperti pohon pisang dalam rumpunnya
akan dapat hidup apabila dipisahkan dari
rumpunnya tersebut. Individu
dalam ekologi memiliki makna yang
sangat penting, karena
dari individu dapat
dikumpulkan bermacam-macam data
untuk mempelajari tentang
kehidupan dalam hubungannya
dengan lingkungannya (Zoer´aini, 2003)
Dalam ekologi, populasi diartikan
sekelompok idividu sejenis yang menempati ruang dan waktu
tertentu. Populasi adalah kelompok
kolektif organisme dari
jenis yang sama
yang menempati ruang
atau tempat tertentu dan memiliki
berbagai ciri atau sifat yang unik dari kelompok dan bukan merupakan sifat
milik individu di dalam kelompok tersebut. Populsi memiliki sejarah hidup,
tumbuh dan berkembang seperti apa
yang dimiliki oleh
individu. Populasi memiliki
organisasi dan struktur yang
pasti dan jelas (Zoer´aini, 2003).
Berdasarkan sifatnya
yang unik dan
berbeda dengan sifat masing-masing individu populasi memiliki ciri-ciri antara
lain sebagai berikut (Zoer´aini, 2003):
1.
Densitas
atau kerapatan atau kepadatan
Densitas populasi
menunjukan besarnya populasi
dalam satuan ruang.
Umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu atau biomas persatuan luas atau volume. Densitas dalam
studi atau kajian
ekologi memiliki fungsi yang
sangat besar, karena pengaruh populasi
terhadap komunitas dan
ekosistem tidak hanya jenis
organismenya saja tetapi
juga jumlahnya atau densitasnya.
2.
Angka
kelahiran (natalitas)
Natalitas adalah
kemampuan inheren populasi
untuk bertambah. Di
alam angka kelahiran dapat
bervariasi sesuai dengan
keadaan lingkungan. Angka
kelahiran umumnya dinyatakan
dalam bentuk angka atau laju yang dihitung berdasarkan jumlah individu baru
persatuan waktu per satuan populasi.
3.
Angka
kematian (mortalitas)
Menyatakan jumlah
individu-individu dalam populasi
yang mati per satuan
waktu. Dalam kondisi yang ideal maka angka kematian berada pada titik
minimum. Mortalitas pasti terjadi
pada makhluk hidup
meskipun kondisi lingkungan
sangat ideal, kematian
terjadi karena umur tua.
4.
Genetik
Sifat-sifat
genetik secara langsung berhubungan dengan keberadaan suatu populasi di dalam
lingkungan. Termasuk didalamnya antara lain adalah keserasian reproduksi,
distribusi, adaptasi dan ketahanan
hidup. Faktor genetik
dalam mempelajari ekologi
memiliki peran penting karena
adanya variasi (biodiversitas) genetik akan sangat menentukan eksistensi suatu
populasi dalam lingkungan.
5.
Struktur
Umur
Secara ekologis
populasi umumnya memiliki tiga
bentuk sebaran umur
yaitu muda (prareproduktif), reproduktif dan umur tua (postreproduktif).
Lamanya periode umur ekologis jika dibandingkan dengan panjangnya umur sangat
beragam tergantung pada jenis organism dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Beberapa jenis
tumbuhan da hewan memiliki umur
prareproduktif yang lebih
panjang dan beberapa
tidak memiliki umur postproduktif. Populasi organisme
yang sama tetapi
hidup dalam kondisi
lingkungan yang berbeda
juga dapat memiliki periode umur ekologis yang berbeda. Populasi
hewan liar biasanya memiliki umur
reproduktif lebih lama dibandingkan dengan yang dipelihara, contohnya beberapa
jenis burung. Biasanya populasi yang
sedang berkembang cepat akan didominasi oleh individu-individu muda, populasi yang
stationer memiliki umur yang lebih
merata dan populasi yang menurun akan didominasi oleh sebagian besar individu-individu
yang berumur tua.
6.
Potensi
biotik
Potensi biotik
dapat diartikan sebagai
kemampuan bawaan yang
dimiliki organism untuk tumbuh
atau bereproduksi (reproductive
potential). Potensi biotic
menggambarkan kemampuan suatu populasi menambah jumlah anggautanya
apabila rasio umur sudah mantap dan
lingkungan dalam kondisi optimal. Pada kondisi lingkungan
tidak atau kurang optimum maka
tingkat pertumbuhan populasi
menurun. Perbedaan antara
potensi biotik dengan kemampuan suatu
poipulasi menambah anggautanya
dalam keadaan yang
dapat diamati dikenal sebagai
daya tahan lingkungan.
7.
Bentuk
pertumbuhan
Pertambahan ukuran
populasi memiliki pola
tertentu yang dikenal
sebagai bentuk pertumbuhan populasi
(population growth form). Secara
teoritik pertumbuhan populasi terjadi secara eksponensial.
Dari bentuk kurva,
populasi tumbuh tidak
pernah terhenti dan
makin lama makin cepat. Pertumbuhan eksponensial
dapat terjadi hanya
apabila faktor lingkungan
tak terbatas, jadi tidak ada faktor apapun yang membatasi
pertumbuhan.
Distribusi populasi
adalah pergerakan individu-individu atau
alat perkembang biakannya (biji,
spora, larva dan
lainnya) ke dalam
atau ke luar
dari suatu populasi
atau daerah populasi. Ada tiga bentuk distribusi atau pergerakan
populasi yaitu (Prawirahartono, 1994):
1.
Migrasi,
yaitu pergerakan keluar batas-batas
tempat populasi dan datang kembali ke tempat populasi semula secara
periodik
2.
Emigrasi, yaitu
pergerakan keluar batas-batas
tempat populasi sehingga
populasi berkurang
3.
Imigrasi, yaitu
pergerakan ke dalam
batas-batas tempt populasi sehingga populasi bertambah.
4.
Ekosistem
yaitu antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi.interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. komponen penyusun
ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora,
omnivora) dan dekomposer/penguurai (mikroorganisme) (Pratiwi, 2000).
Menurut fungsinya, semua makhluk hidup
dalam suatu ekosistem dapatdibedakan dalam tiga kelompok, yaitu produsen,
konsumen, dan dekomposer. Salah satu bagian penting dari jaring makanan
apapunadalah dekomposer, makhluk hidup yang memakan sisa-sisa organisme lain
yangtelah mati. Dekomposer (terkadang disebut detritivor) mencakup
hewan-hewankecil seperti serangga dan cacing tanah, namun tahapan terakhir
prosespenguraianitu dilaksanakan oleh fungi mikroskopik dan bakteri. Satu
sentimeter kubik tanahdapat mengandung lebih dari sepuluh juta
organisme-organisme itu (Burnie, 2008).
Berdasarkan
atas pemahaman tingkat trofik, maka organisme dalam ekosistemdikelompokkan
sebagai berikut:
a.
Tingkat
trofik pertama, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai produsen. Semua
jenis tumbuhan hijau membentuk tingkat trofik pertama.
b.
Tingkat
trofik kedua, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai herbivora. Semua
herbivora (konsumen primer) membentuk tingkat trofik kedua.
c.
Tingkat
trofik ketiga, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai karnivora kecil
(konsumen sekunder).
d.
Tingkat
trofik keempat, yaitu semua organisme berstatus sebagai karnivora besar
(karnivora tingkat tinggi).
e.
Tingkat
trofik kelima, yaitu semua organisme yang berstatus sebagai perombak
(dekomposer dan transformer) atau semua mikroorganisme (Odum, 1993).
Ekosistem terdapat interaksi antara
komponen abiotik dengan komponen biotik. Pada komponen biotik di bentuk oleh
berbagai organisme yang berbeda jenisnya (Rochman, 2005).
Beberapa organisme yang jenisnya
sama akan membentuk populasi, beberapa populasi yang berbeda akan membentuk
komunitas. Satu ekosistem akan berbeda dengan ekosistem lainnya. Perbedaan ini
terjadi di dasarkan ciri-ciri komunitas yang menonjol (baik hewan maupun
tumbuhan) karena setiap organisme membentuk komunitas memiliki karakteristik
yang bermacam-macam, maka terbentuklah macam-macam ekosistem. Dalam ekosistem,
tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen dan
mikroorganisme berperan sebagai dekomposer (Maizer, 2007).
Faktor biotik juga meliputi
tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu, populasi, komunitas,
ekosistem, dan biosfer.tingkatan-tingkatan organisme makhluk hidup tersebut
dalam ekosistem akan saling berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu
sistem yang menunjukkan kesatuan (Maizer, 2007).
Faktor-faktor abiotik merupakan
bagian dari ekosistem selain komunitas spesies yang ada dalam suatu daerah
tertentu Pada tingkat ekosistem akan berhubungan dengan aliran energi dan
pendauran zat-zat kimia pada berbagai komponen biotik dan abiotik. Studi
ekosistem banyak melibatkan ilmu lainnya, seperti genetika, evolusi, fisiologi,
dan perilaku. Selain itu, kimia, fisika, geologi, meteorologi konservasi
(Campbell.dkk, 2004).
Ekosistem adalah suatu komunitas organisme
yang berinteraksi sesamanya dan dengan alam tak hidup disekitarnya. Ekosistem
beragam dalam produktivitasnya, artinya dalam jumlah energi yang disimpan dalam
benda hidup heterotrof menjamin energi yang diperolehnya dari autotrof. Energi
dan bahan dari organisme lain memastikan suatu rantai makanan dan setiap mata
rantainya merupakan tingkatan trofik (Kimball, 2005).
Pengelolaan lingkungan hidup
bersifat Antroposentris, artinya perhatian utama dihubungkan dengan kepentingan
manusia. Kelangsungan hidup suatu jenis tumbuhan atau hewan, dikaitkan dengan
peranan tumbuhan atau hewan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik
material (bahan makanan) dan nonmaterial (keindahan dan nilai ilmiah). Dengan
demikian kelangsungan hidup manusia dalam lingkungan hidup sangat ditentukan
oleh tumbuhan, hewan, dan unsur tak hidup (Kimball, 2005).
Komponen yang
mempengaruhi Ekosistem terdiri atas faktor abiotik dan faktor biotikFaktor
biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup: tumbuhan, hewan,
manusia, mikroorganisme. Tumbuhan berperan sebagai produsen sedangakn hewan
berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme berperan sebagai decomposer.
Komponen biotik meliputi semua makhluk hidup yang terdapat dalam. Ekosistem
Berdasarkan fungsinya di dalam, ekosistem makhluk hidup dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer atau pengurai (Maizer,
2007):
·
Produsen
Tumbuhan hijau mampu
memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan zat makanan melalui proses
fotosintesis, sehingga disebut sebagai produsen. Organisme yang dapat membuat
makanan sendiri disebut organisme autotrof. Gambaran reaksi kimia proses
fotosintesis. Zat makanan yang terbentuk merupakan energi kimiawi yang
tersimpan pada bagian daun, batang, akar atau buah. Hasil fotosintesis lainnya
adalah berupa oksigen dilepas ke udara bebas dan digunakan.
·
Konsumen
Manusia dan hewan
termasuk dalam golongan konsumen karena keduanya tidak dapat membuat makanan
sendiri. Konsumen disebut juga organisme heterotrof, artinya organisme yang
tergantung organisme lain untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan jenis
makanannya, organisme yang mendapatkan makanan dari tumbuhan saja disebut
herbivora, organisme yang hanya makan hewan disebut karnivora. Organisme yang
mendapatkan makanan dari tumbuhan maupun hewan disebut omnivora.
·
Dekomposer atau Pengurai
Dekomposer atau
pengurai dalam menguraikan zat organik yang terdapat pada makhluk hidup yang
sudah mati menjadi zat yang lebih sederhana, seperti mineral atau zat organik
lain. Makhluk hidup yang berperan sebagai pengurai adalah bakteri dan jamur
saprofit. Zat mineral atau zat hara hasil penguraian meresap ke dalam tanah
yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. Keseimbangan ekosistem dapat terjadi bila
ada hubungan timbal balik yang harmonis antar komponen biotik dan abiotik.
Setiap kegiatan
memerlukan energi. Sumber energi untuk organisme adalah energi kimia yang
terdapat di dalam makanan. Makhluk hidup tidak mampu menciptakan energi,
melainkan hanya memindahkan dan memanfaatkannya untuk beraktivitas. perpindahan
energi berlangsung dari matahari ke tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis.
Di sini energi cahaya diubah menjadi energi kimia. Sewaktu tumbuhan hijau
dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke
dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga
sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran energi pada rantai
makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya
satu jalur, berupa aliran energi (Kimball, 2005).
Rantai makanan adalah
peristiwa makan dan dimakan antara organisme dengan arah tertentu pada suatu
ekosistem. terdiri atas rantai makanan perumput,rantai makanan detritus. Rantai
Makanan tidak hanya mencakup hewan-hewan seperti rusa, sapi tetapi juga
herbivora kecil misalnya serangga (Kimball, 2005).
Semua rantai makanan
dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis
seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang
dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya
sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen
primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen
sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan
konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai
makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan jaring-jaring makanan dibentuk oleh
beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Pada rantai makanan telah kita
ketahui bahwa tingkat tropik yang terdiri atas produsen, konsumen tingkat I,
konsumen tingkat II, dan seterusnya. Produsen yang bersifat autotrof selalu
menempati tingkatan tropik utama, herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora
menduduki tingkat tropik ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari
satu tingkat tropik ke tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan
sebagian energi berupa panas sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk
tingkat tropik yang sema- kin tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka
terbentuklah piramida ekologi/piramida makanan. Salah satu jenis piramida
ekologi adalah piramida jumlah yang dilukiskan dengan jumlah individu. Piramida
jumlah pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling
besar dan konsumen tingkat II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit
terdapat pada konsumen tingkat terakhir (Anonim, 1997).
Dalam mengestimasi
populasi kepadatan hewan, dibutuhkan ketelitian dan ketelatenan. Hal yang
pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang akan dilakukan estimasi,
lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil dapat dibuat dalam system
grafik (Suin.N.M.1989).
Kepadatan populasi dan
kepadatan Relatif. Kepadatan pupolasi satu jenis atau kelompok hewan dapat
dinyatakan dalam dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan
luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan pupolasi
sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk
membandingkan suatu komunitas dengan komnitas lainnya parameter ini tidak
begitu tapat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relative. Kepadatan relative
dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan
semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relative biasanya
dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin.N.M.1989).
BAB
III
METODE
PERCOBAAN
III.1
Alat
Alat-alat yang digunakan pada
percobaan ini adalah alat tulis-menulis.
III.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan
ini adalah kertas grafik.
III.3
Cara Kerja
III.3.1
Menggunakan model penelitian
1. Model
I
Kita
umpamakan disuatu pulau pada atahun 2010 dihuni oleh 10 burung Elang (5 pasang
jantan 5 pasang betina)
Asumsi I
: setiap musim bertelur, setiap pasang burung elang menghasilkan 10
keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina
Asumsi II : setiap tahun semua tetua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim telur berikutnya
Asumsi III : setiap
tahun semua keturunan hidup sampai musim telur berikutnya. Dalam keadaam
sebenarnya beberapa tahun tetua akan hidup dan keturunan akan mat. Asumsi I dan
Asumsi III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan
mengurangi perbedaan antara model yang akan kita buat dengan keadaan yang
sebenarnya
Asumsi IV : selama pengamatan tidak ada burung elang
yang meninggalakan atau dating ke pulau tersebut
2. Model
II
Mengubah
asumsi II seperti berikut : setiap tahun dua perlima dari tetua (jantan dan
betina yang sama jumlahnya) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk keduan
kalinya, baru kemudian mati. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan.
Hitunglah besar populasi setiap generasi. Bendingkan hasil ini dengan hasil
asumsi asli dengan jalan menggambar grafik pada kerts grafik yang dipakai untuk
mencantumkan asumsi asli.
3. Model
III
Mengubah
asumsi III sebagai berikut : setiap tahun dua perlima dari keturunan (jantan
dan betina sama jumlahnya) mati sebelum musim bertelur. Asumsi lain tidak
mengalami perubahan. Sebagai yang terdahulu hitunglah populasi dan gambar
grafik untuk pembandingnya.
4.
Model IV
Mengubah asumsi IV sebagai berikut :
setiap tahun 50 burung elang baru (jantan dan betina sama jumlahnya) datang ke
pulau tersebut dari tempat yang lainnya. Tidak ada seekor burung pun yang
meninggalkan pulau tersebut. Asumsi yang lain tidak mengalami perubahan.
2. Membuat dan Mengamati Grafik
·
Mengamati naik turunnya grafik jika
dibaca dari kiri ke kanan ( dari tahun ke tahun melintasi gambar grafik
tersebut)
·
Mencari tau apa arti naik turunnya
grafik tersebut
·
Mengetahui bagaimana gambar grafik
apabila perhitungan populasi dilanjutkan hingga waktu yang tak terhingga
III.3.2
Pengamatan komunitas
1. Memilih
daerah pengamatan
2. Mengadakan
survey dengan menentukan data yang akan diambil (biotik dan abiotik).
3. Menentukan
batas pengamatan dan pengambilan sampel
4. Mengumpulkan
data dalam area yang telah ditentukan
5. Menentukan
komponen biotik dan abiotik, produsen, konsumen dan predator
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
IV.1.1 Mengamati ekosistem (Canopy)
Komponen abiotik :
1. Batu
2. Tanah
3. Air
4. Cahaya
5. Sampah
Komponen
biotik :
1. Cyperus rotundus (rumput
teki)
2. Mangifera indica (mangga)
3. Pandan pandanus (pandan)
4. Averrhoea bilimbi (belimbing
wuluh)
5. Annona muricata
(sirsak)
6. Arthocarpus integra
(nangka)
7. Alamanda katacita
(alamanda)
8. Bougainvilliea spectabilis
(kembang kertas)
9. Drosophila melanogaster (lalat
buah)
10. Monomorium sp. (nyamuk)
11. Diplacodes trivialis (capung)
12. Valanga sp.
(belalang)
13. Amphidermus pervesus (siput
darat)
IV.2 Pembahasan
a. Model Populasi
1. MODEL I
a)
Pada
tahun 2010
·
Asumsi I = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
·
Asumsi II = 50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
·
Asumsi III = 50 ekor (25 pasang)
·
Asumsi IV = 50 ekor(25
pasang)
b)
Pada tahun
2011
· Asumsi I =
25 x 10 = 250 ekor (keturunan)
250+50 =300 ekor (150 pasang)
·
Asumsi I I =
300 – 50 = 250 ekor (125 pasang)
·
Asumsi III = 250 ekor (125 pasang)
·
Asumsi IV = 250 ekor (125
pasang)
c) Pada tahun 2012
·
Asumsi I = 125 x 10 =1250 ekor(keturunan)
1250+250=1500 eko (750 pasang)
·
Asumsi II = 1500 – 250 = 1250 ekor (625 pasang)
·
Asumsi III = 1250 ekor (625 pasang)
·
Asumsi IV = 1250 ekor (625 pasang)
d) Pada tahun 2013
·
Asumsi I = 625 x 10 = 6250 ekor (keturunan)
6250+1250=7500 ekor
·
Asumsi II = 7500 – 1250 = 6250 ekor
·
Asumsi III = 6250 ekor (3125 pasang)
·
Asumsi IV = 6250 ekor (3125 pasang)
e)
Pada
tahun 2014
·
Asumsi I = 3125 x 10 = 31250 ekor (keturunan)
31250 + 6250 = 37500 ekor (18750 pasang)
·
Asumsi II = 37500 – 6250 = 31250 ekor (15625 pasang)
·
Asumsi III = 31250 ekor (15625 pasang)
·
Asumsi IV = 31250 ekor(15625
pasang)
Pada model
1 dimisalkan pada tahun 2010
terdapat 10 ekor/ 5 pasang burung merpati .Pada asumsi 1 setiap burung menghasilkan 10 keturunan, pada asumsi 2 semua tetua mati sebelum
bertelur, pada asumsi 3 ada yang hidup dan mati sehingga memberikan keadaan
yang seimbang, pada asumsi 4 tidak ada yang meninggalkan maupun datang (tetap).
Ini terjadi selama 5 tahun dari tahun 2010-2014 dan
setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti pada grafik terus menigkat. Hal
inilah disebabkan karena adanya faktor kelahiran yang mempengaruhi tiap tahun
dan kelahiran ini lebih besar dibanding dengan kematian.
2. MODEL II
a)
Pada
tahun 2010
·
Asumsi I = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan).
50+ 10=60 ekor
·
Asumsi II = 2/5 x 10 = 4 ekor
( hidup).
3/5 x 10 =6 ekor (tewas).
60 – 6 = 54 ekor (27
pasang).
·
Asumsi III = 54 ekor (27 pasang).
·
Asumsi IV = 54 ekor(27
pasang).
b)
Pada
tahun 2011
·
Asumsi I = 27 x 10 = 270 ekor
(keturunan)
54 – 4 = 50
270 + 50 = 320 ekor
· Asumsi II =
2/5 x 50 = 20 ekor
( hidup)
50 – 20 = 30 ekor (tewas)
320 – 30 = 290 ekor (145 pasang)
·
Asumsi III = 290 ekor (145 pasang)
·
Asumsi IV = 290 ekor(145
pasang)
c)
Pada
tahun 2012
· Asumsi I =
145 x 10 = 1450 ekor (keturunan)
290 – 20 = 270 ekor
1450+ 270=1720 ekor
· Asumsi II =
2/5 x 270 = 108
ekor (hidup)
3/5 x 270 =162 ekor (tewas)
1720 – 162 = 1558 ekor (779 pasang)
· Asumsi III =
1558 ekor (779 pasang)
·
Asumsi IV = 1558 ekor(779
pasang)
d)
Pada
tahun 2013
·
Asumsi I = 779 x 10 = 7790 ekor (keturunan)
9240 – 870 = 8370 ekor
7790 + 1450=9240 ekor
·
Asumsi II = 2/5 x 1450 = 580
ekor ( hidup)
3/5 x 1450 =870
ekor (mati)
·
Asumsi III = 8370 ekor (4185 pasang)
·
Asumsi IV = 8370 ekor (4185
pasang.
e). Pada
tahun 2014
· Asumsi I =
4185 x 10 = 41850
ekor (keturunan)
8370 – 580 = 7790 ekor
41850 + 7790 = 49640 ekor
·
Asumsi II = 2/5 x 7790 = 3116
ekor ( hidup)
7790 - 3116 = 4674
ekor (mati)
49640 – 4674 = 44966 ekor
·
Asumsi III = 44996 ekor burung
gereja (hidup)
·
Asumsi IV = 44996 ekor ( 22483 pasang).
Pada model 2 sama seperti pada model 1 hanya saja pada
asumsi 2 mengalami perubahan yaitu 2/5 dari tetua yang masih hidup dan dapat
mempunyai keturunan 3/5 nya mati. Sehingga pada grafik mengalami kenaikan setiap
tahun dari tahun 20120-2014 . Hal ini
disebabkan karena adanya faktor kelahiran dan kematian yang mempengaruhi.
3. MODEL III
a)
Pada tahun 2010
· Asumsi
I =
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60
ekor
· Asumsi
II = 60 –
10 = 50 / 25 pasang
· Asumsi
III = 2/5 x
50 = 20 ekor (tewas)
90 – 20 = 30 ekor (hidup)
· Asumsi
IV = 30 ekor
(15 pasang)
b)
Pada tahun 2011
· Asumsi
I = 15 x 10 = 150 ekor (keturunan)
150 + 30 = 180
ekor
· Asumsi
II = 180 –
30 = 150 ekor
· Asumsi
III = 2/5 x
150 = 60 ekor (tewas)
150–
60 = 90 ekor (hidup)
· Asumsi
IV = 90 ekor (45 pasang)
c)
Pada tahun 2012
·
Asumsi I =
45 x 10 = 450 ekor (keturunan)
450
+ 90 = 540 ekor
·
Asumsi II = 540 – 90 =
450 ekor
·
Asumsi III = 2/5 x 450 = 180 ekor (tewas)
450-
180 = 270 ekor (hidup)
·
Asumsi IV = 270
ekor (135 pasang)
d) Pada
tahun 2013
·
Asumsi I =
135 x 10 = 1350 ekor (keturunan)
1350
+ 270 = 1620 ekor
·
Asumsi II = 1620 – 270 =
1350 ekor
·
Asumsi III = 2/5 x 1350 = 540 ekor (tewas)
1350 –
540 = 810 ekor (hidup)
· Asumsi
IV = 810 ekor (405
pasang)
e)
Pada tahun 2014
· Asumsi
I = 405 x 10 = 4050 ekor (keturunan)
4050 +
810 = 4860 ekor
· Asumsi
II = 4860 – 810
= 4050 ekor
· Asumsi
III = 2/5 x 4050 =
1620 ekor (keturunan)
4050
- 1620 = 2430 ekor (hidup)
· Asumsi
IV = 2430 ekor
(1215 pasang)
Pada
model 3 sama halnya dengan model 1, tetapi pada asumsi 3 mengalami perubahan
yaitu setiap tahun 2/5 dari keturunannya mati sebelum bertelur dan pada asumsi
yang lainnya tidak mengalami perubahan.
4. MODEL IV
a)
Pada
tahun 2010
·
Asumsi I =
5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 +10 = 60 ekor
· Asumsi
II =60 – 10 =
50 ekor (25 pasang)
· Asumsi
III = 50 ekor
(25 pasang)
· Asumsi
IV = 50 + 50 =
100 ekor (50 pasang)
b)
Pada tahun 2011
· Asumsi
I = 50x 10 =
500 ekor (anakan)
500 +100 = 600
ekor
· Asumsi
II = 600 – 100
= 500 ekor (250 pasang)
· Asumsi
III = 500 ekor
(250 pasang)
· Asumsi
IV = 500 + 50 =
550 ekor (275 pasang)
c)
Pada tahun 2012
· Asumsi
I = 275 x 10
= 2750 ekor (keturunan)
2750 +550 = 3300
ekor
· Asumsi
II =3300 – 550 = 2750 ekor
· Asumsi
III = 2750 ekor
· Asumsi
IV = 2750 + 50
= 2800 ekor (1400 pasang)
d) Pada
tahun 2013
· Asumsi
I = 1400 x
10 = 14000 ekor (keturunan)
14000 +2800 =
16800 ekor
· Asumsi
II = 16800 –
2800 = 14000 ekor
· Asumsi
III = 14000
ekor
· Asumsi
IV = 14000 + 50
= 14050 ekor(7025 pasang)
e)
Pada tahun 2014
· Asumsi
I = 7025
x 10 = 70250 ekor (anakan)
70250
+14050 = 84300 ekor
· Asumsi
II = 84300
– 14050 = 70250 ekor
· Asumsi
III = 72050
ekor
·
Asumsi IV = 70250 + 50 = 70300 ekor (35150 pasang)
Pada
model ini asumsi lain tidak mengalami perubahan tetapi hanya berubah pada
asumsi ke 4 yang setiap tahunnya 50 burung gereja datang kepulau tersebut dari
tempat lain dan tidak ada seekor pun burung yang meninggalkan pulau tersebut
sehingga jumlah populasinya tiap tahunnya meningkat terlihat seperti pada
grafik karena adanya pengaruh faktor migrasi atau perpindahan yang mempengaruhi.
b.
Grafik
hasil pengamatan populasi
c. Rantai Makan
Pada
rantai makanan, proses makan dan dimakan hanya berlangsung dalam satu arah,
sehingga tidak ada kompunen di dalamnya yang memiliki dua fungsi sekaligus,
karena mereka telah menempati peran masing masing tanpa ada saling singgung. Sewaktu
tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan
berpindah ke dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas.
Demikian juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Oleh karena itu, aliran
energi pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam
ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energy.
Semua
rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen
karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik.
d. Jaring-jaring Makanan
Pada
jaring-jaring makanan arah proses makan dimakan tidak hanya berlangsung dalam
satu arah, melainkan beberapa arah. Karena aring-jaring makanan merupakan
penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini menyebabkan adalah organism
yang memiliki dua paranan dalam reaksi perputaran energy yang terjadi. Semua
rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang
melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen
karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik.
Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut
herbivora atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan
herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan
konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan
konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik. Sedangkan
jaring-jaring makanan dibentuk oleh beberapa rantai makanan yang saling
berhubungan. Pada rantai makanan telah kita ketahui bahwa tingkat tropik yang
terdiri atas produsen, konsumen tingkat I, konsumen tingkat II, dan seterusnya.
Produsen yang bersifat autotrof selalu menempati tingkatan tropik utama,
herbivora menempati tingkat tropik kedua, karnivora menduduki tingkat tropik
ketiga, dan seterusnya. Setiap perpindahan energi dari satu tingkat tropik ke
tingkat tropik berikutnya akan terjadi pelepasan sebagian energi berupa panas
sehingga jumlah energi pada rantai makanan untuk tingkat tropik yang sema- kin
tinggi, jumlahnya semakin sedikit. Maka terbentuklah piramida ekologi/piramida
makanan. Salah satu jenis piramida ekologi adalah piramida jumlah yang
dilukiskan dengan jumlah individu. Piramida jumlah pada suatu ekosistem
menunjukkan bahwa produsen mempunyai jumlah paling besar dan konsumen tingkat
II jumlah lebih sedikit dan jumlah paling sedikit terdapat pada konsumen
tingkat terakhir.
e. Piramida Makanan dan Piramida Massa
Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme
yang terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya
dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi antar
trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar dari populasi
konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder lebih besar dari
populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi sebagaimana
piramida ekologi.
Piramida biomassa dibuat berdasarkan pada massa (berat)
kering organisme dari tiap tingkat trofik persatuan luas areal tertentu. Secara
umum perbandingan berat kering menunjukkan adanya penurunan biomassa pada tiap
tingkat trofik. Perbandingan biomassa antar trofik belum dapat menggambarkan
kondisi sebagaimana piramida ekologi. Kandungan energi tiap trofik sangat
ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk grafiknya sesuai dengan
piramida ekologi yang sesungguhnya di lingkungan. Energi yang mampu disimpan
oleh individu tiap trofik dinyatakan dalam Kkal/m2/hari.
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada pengamatan untuk
meneliti suatu populasi dapat tumbuh,
menggunakan empat model dengan empat asumsi setiap model serta pada
model pertama faktor yang mempengaruhi populasi yaitu faktor kelahiran, pada
model kedua yaitu adanya faktor kelahiran dan kematian, pada model ketiga yaitu
faktor kematian dan pada model ke empat
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi adalah factor migrasi atau
perpindahan. Model model inilah yang dapat digunakan sebagai model untuk
meneliti pertumbuhan suatu populasi populasi.
Penggunaan model
dapat mempermudah dalam studi tentang struktur komunitas. Model yang
dibicarakan hanya suatu angan-angan. Model ini dapat membantu keadaan yang
rumit menjadi sederhana sehingga lebih mudah kita pahami.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan
di butuhkan ketelitian pada saat mengumpulkan data agar pada saat penggambaran pada grafik hasil penelitian tidak keliru ataupun
terjadi kesalahan data. Dan dibutuhkan peranan asisten dalam mendampingi
praktikkan ketika sedang melakukan pengamatan agar tingkat kekeliruan dan
kesalahan dalam pengamatan tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
1997. Biologi science 1.diunduh dari http://BiologicalScienceI.com. diakses tanggal 25 Oktober 2012, pada pukul
19.50 WITA, di Makassar.
Burnie,
D. 2008. Ekologi. Jakarta. Erlangga.
Campbell, N. A. Reece, J. B. Urry, L. A. 2004. Biologi jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta.
Erlangga.
Kimball. J.W. 2005. Biologi
Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Maizer. 2007. Metode Ekologi Untuk
Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta. UI Press.
Odum, E. HLM. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh
TjahjonoSamingan dari buku Fundamentals
of Ecology. UGM Press. Yogyakarta
Pratiwi, D.A. 2000. Biologi
Jilid 3 edisi Kelima. Jakarta. Erlangga.
Prawirahartono, Slamet. 1994. Sains Biologi. Jakarta. Bumi Aksara.
Rochman. 2005. Biologi.
Bandung. CV. Pustaka Mulia.
Soejipta. 1992. Estimasi
Populasi. Jakarta.
Suin, N.M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara.
Jakarta
Suprayogi, D. 2010. Praktikum
Ekologi Umum. diunduh dari www.scribd.com/laporanestimasipopulasihewan.com, diakses tanggal 28 Oktober, pada pukul 20.30
WITA di Makassar.
Ummay, U. 2012. Simulasi estimasi
Populasi Hewan. diunduh dari http://umiraummy.blogspot.com,
diakses tanggal 28 Oktober, pada pukul 20.25 WITA, di Makassar.
Winatasasmita, Djamur. 1993. Biologi I. Jakarta. Balai
Pustaka.
Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Bumi Aksara.
This is a blog???????????????????????????????????
BalasHapus